Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mari Bercermin

(Kritik Terhadap Kaum Intelektual “Aktivis Kampus”)
Oleh: Ervina Oktavia Kilis*

Mahasiswa yang dikenal dengan sebutan “Kaum Intelektual” yang merupakan kaum yang mempunyai kecerdasan tinggi, pengertian dan kesadaran terutama yang menyangkut dengan pemikiran dan pemahaman ternyata belum menyadari sepenuhnya apa itu organisasi. Menurut KBBI, Organisasi adalah kesatuan yang terdiri atas bagian-bagian dalam perkumpulan dsb untuk tujuan tertentu.

Ada juga yang mengatakan bahwa organisasi merupakan wadah untuk mencapai tujuan tertentu. Namun, apapun statement yang mengartikan organisasi itu, tetaplah ia memiliki makna yang sama yaitu suatu perkumpulan yang membentuk kesatuan untuk mencapai suatu tujuan. Jadi keutuhan dan kemajuan sebuah oraganisasi bukan hanya bergantung pada satu individu saja melainkan terdiri atas bagian-bagian (individu-individu) yang membentuk sebuah kesatuan yang utuh untuk mencapai tujuan bersama.

Namun, dalam pemahaman sebagian besar kaum intelektual ini, organisasi merupakan sebuah wadah untuk unjuk gigi, unjuk kemampuan dan unjuk kehebatan serta berbondong-bondong memperebutkan suatu jabatan tertentu tanpa memikirkan dan mempertimbangkan kemampuannya serta tanggung jawab di dalamnya. Mereka hanya berpikir bahwa ketika memangku sebuah jabatan maka secara otomatis mereka akan di kenal banyak orang tanpa menyadari “Sanggupkah saya menjalankan tanggung jawab ini?”.

Jabatan merupakan salah satu fungsi dalam sebuah organisasi maupun sebuah lembaga. Ketika dipercayakan untuk memegang sebuah jabatan tertentu seharusnya muncul suatu keterbebanan untuk memajukan organisasi atau lembaga tersebut. Akan tetapi, bukan hanya pemimpinnya saja yang memiliki keterbebanan dalam organisasi melainkan hal ini juga harus dirasakan oleh seluruh elemen dalam organisasi atau lembaga tersebut. Tubuh dan kepala tidak bisa dipisahkan. Karena sebuah organisasi tidak akan bisa jalan tanpa topangan dari anggota-anggotanya dan sebaliknya organisasi tanpa pemimpin pasti akan hancur. 

Pada hakikatnya sebuah organisasi atau lembaga merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Setiap elemen dalam suatu organisasi memiliki fungsi yang berbeda-beda namun saling melengkapi. Suatu organisasi atau lembaga akan sukses ketika setiap elemen di dalamnya dapat berfungsi dengan baik serta mampu bekerja bersama-sama tanpa adanya sikap egosentris serta iri terhadap pencapaian dari elemen lain.

Analoginya tangan tidak akan iri dengan apa yang dipikirkan kepala, kepala tidak akan iri dengan apa yang dijalankan kaki, kaki tidak akan iri dengan apa yang sampaikan mulut. Ataupun sebaliknya, tidak akan ada saling membanggakan diri atau berpikir bahwa suatu hal tidak akan berjalan lancar tanpa kontribusi dan sumbangsi suatu individu tertentu melainkan suatu hal dapat dicapai karena topangan seluruh elemen dalam organisasi atau lembaga. Organisasi atau lembaga kemahasiswaan merupakan miniatur  sebuah lembaga pemerintahan Negara. Jadi apa yang kita lakukan dalam sebuah lembaga atau sebuah organisasi saat ini, itulah gambaran pencapaian kita ketika terjun ke masyarakat. 

Melihat kenyataan yang nampak saat ini, tidak sedikit orang yang terlibat dalam organisasi kemahasiswaan maupun lembaga kemahasiswaan belum menyadari betul bagaimana cara berorganisasi serta hal apa yang akan didapat dalam berorganisasi. Hal ini disebabkan karena pemahaman yang salah yang telah tertanam dalam pikiran kaum intelektual ini.
Seandainya saja dalam benak mereka muncul suatu kesadaran bahwa mereka memiliki tanggung jawab sosial yang harus dilaksanakan tanpa berpikir “apa yang akan saya dapatkan?”, maka mereka akan mampu menjadi agent of change yang mampu memberikan perubahan besar tidak hanya dalam organisasi ataupun lembaga kemahasiswaan akan tetapi perubahan terhadap lembaga-lembaga pemerintahan di Negara ini.

Di sisi lain, ada juga istilah  yang muncul yang menggambarkan sikap kaum intelektual saat ini. “Orasi tanpa aplikasi”, itulah istilah yang hanya terdiri dari tiga kata, namun ketika kita memahami apa maksud istilah ini maka marilah kita bercermin diri, apakah ide-ide cemerlang yang ada di pikiran kita telah kita laksanakan? Atau itu hanya akan sampai di mulut sebagai “Lip Service” saja?

Salah satu hal yang membuat Negara ini belum bisa menunjukkan suatu perubahan yang besar yaitu Pemikiran yang idealis dan mendekati sempurna namun pada pelaksanaannya sungguh berbanding terbalik. Kaum intelektual hanya mampu memberikan ide-ide serta konsep yang dapat dikatakan “wahh…..amazing….!” namun tidak mampu diaplikasikan.

Seorang pemimpin hanya mampu berorasi serta mengumbar hal-hal yang manis di dengar namun pada prakteknya 0 (nol besar). Masih pantaskah mahasiswa di beri julukan “kaum intelektual” atau “agent of change”? Mulai saat ini marilah bercermin, apakah ide cemerlang kita, mampu diaplikasikan atau hanya hanya sampai dimulut saja. Ketika kita mampu mewujudkannya ke dalam tindakan nyata maka pantaslah mahasiswa diberi julukan kaum intelektual & agent of change.

“Don’t ask to what your country can do for you but ask to yourself what you can do to your country”(John F. Kennedy).


*Penulis adalah mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Manado juga terlibat dalam beberapa organisasi intra kampus.