Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menunggu Waktu Tepat Untuk Sarjana

Leon Manua
Desember 2012 ini aku sudah menyelesaikan tingkatan semesterku yang kesebelas. Perjalanan membosankan di dalam kampus. Dengan kata lain, aku bersiap untuk masuk tahun keenam bertengker dengan status mahasiswa. Waw, ternyata sudah lewat ambang batas untuk menyandang status mahasiswa.

Namun aku tetap bersyukur, walaupun belum menyelesaikan studi, aku tidak tergolong pengangguran penuh. Juga aku bisa gunakan status mahasiswa untuk meluaskan jaringan pribadi. Dan yang paling membuat saya tidak menyesal lama-lama selesai studi adalah pasangan hidup sudah pasti.

Jujur, aku ingin sekali menyelesaikan studi dan segera menyandang predikat sarjana ekonomi. Semangat untuk itu sudah aku buktikan. Namun ketika Tuhan punya jalan lain saat menjawab doa kita, kita harus menjalankannya.

Ada ungkapan populer mahasiswa Manado yang mengatakan bahwa "Yang orang tua pesan saat kita mulai kuliah adalah belajar baik-baik, bukan kuliah cepat-cepat." Namun itu berlaku saat baru masuk kuliah saja. Sedangkan ungkapan dari mahasiswa yang tidak mau menyelesaikan studi adalah "Sarjana adalah ajal idealisme kita." Ungkapan mahasiswa lainnya adalah "Sarjana, selamat datang dunia pengangguran."

Ungkapan di atas itupun seakan jadi mitos bagi sebagian mahasiswa. Mereka menggunakan ungkapan-ungkapan tersebut saat orang lain menanyakan "Kenapa belum sarjana?" Sebenarnya mereka punya berbagai alasan lain seperti masih mencari uang untuk penyelesaian studi, masih mencari pasangan hidup kalau ada mahasiswa baru (investasi jangka panjang), di kampus banyak proyek kegiatan, dan lainnya yang bisa dijadikan alasan. Bagiku tidak seperti itu.

Sarjana adalah impian saya sejak duduk di bangku sekolah menengah kelas satu. Nama dengan gelar membuat saya terinspirasi untuk ingin memilikinya. Namun setelah aku kuliah, ternyata gelar banyak juga yang diperjual-belikan. Itu membuat saya malu menggunakan nama dengan gelar.
Kualifikasi keahlian pada gelar sarjana sering jadi sebatas iming-iming saja. Sarjana adalah pemikir dan pelopor, bukan pekerja saja. Sarjana merupakan orang yang tanpa gelarpun bisa melakukan hal-hal inovatif dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Namun karena sistem pengakuan negara juga sudah menjadi kebutuhan, maka gelar sarjana kini bisa dimiliki walaupun tanpa pengembangan ilmu pengetahuan. Yang penting sudah mengikuti syarat administrasi saja sudah bisa sarjana.

Itu saja sekilas tentang sarjana. Dan tentang mahasiswa, yang pasti tidak akan disensus oleh BPS sebagai pengangguran, tetapi sebagai pelajar. "Long Life Education" juga bisa diartikan sebagai "Pelajar seumur hidup" dan secara awam bisa ditafsir sebagai "Mahasiswa seumur hidup." Namun ketika kita diperhadapkan dengan tuntutan dunia yang semakin "Gila" apakah kita akan mengatakan bahwa "Sarjana itu tidak penting?" Tentu saja tidak demikian.

Saya hanya bisa bermimpi dan terus bermimpi, ketika saya meraih gelar sarjana, saya tidak akan menjadi pengangguran. Atau semacam dengan orang-orang lain yang memamerkan gelar dan ijazah mereka pada berbagai perusahaan sambil mengemis pekerjaan dan jabatan.

Jujur bagi saya mudah untuk dapat jabatan seperti jabatan politis. Tapi saya kurang tertarik dengan hal itu. Saya bisa berbuat hal yang beda daripada mengemis pekerjaan di perusahaan-perusahaan. Yang saya butuhkan hanyalah waktu yang Tuhan sediakan untuk saya meraih gelar sarjana.

2 komentar untuk "Menunggu Waktu Tepat Untuk Sarjana"

  1. Bertengger stow kang, bukan bertengker :). Yang penting setelah wisuda terus upgrade and update ilmu terus atau lanjutin ke S2 dst.

    BalasHapus
  2. hehehehe.. betul itu..

    BalasHapus

Apa saja isi komentar anda sangat berarti bagi penulis... ^_^