Akal Sehat Manusia yang Sulit Dimengerti
"Cogito Ergo Sum" begitulah Rene Descartes merumuskan sesuatu substansi dari eksistensi kehidupan manusia. Dengan sebuah asumsi bahwa manusia hidup karena berpikir, maka Descartes membawa sebuah perubahan besar dalam dunia pemikiran manusia itu sendiri.
Banyak yang sepakat dengan Descartes, bahkan banyak juga yang coba membuktikan kebenaran dari pernyataan itu. Tidak sedikit juga yang membantah Descartes dari kubu empirisme yang menyatakan bahwa manusia hidup karena bernafas dan berinteraksi dengan dunianya.
Kedua kubu itu, rasionalisme dan empirisme memang selalu berseberangan dalam banyak hal. Yang utama menjadi perdebatan mereka adalah persoalan eksistensi manusia. Siapa yang menang? tidak ada. Perdebatan itu masih terjadi sejak abad ke tujuh hingga saat ini.
Akal sehat menjadi penting bagi manusia untuk menentukan eksistensinya, namun bagaimana jika manusia tidak bisa bernafas. Jika manusia hidup karena berpikir, jadi bagaimana dengan bayi yang baru lahir, apakah bayi bisa berpikir?
Serahkan semua pertanyaan itu pada para ahli, biar mereka yang membahasnya dan kita tinggal menikmati hasilnya. Tidak juga begitu.
Ada pendapat dari kubu empirisme bahwa akal sehat manusia itu akan terbentuk saat menerima impresi dari luar dirinya. Impresi itu masuk melalui sistem indrawi dan diproses dalam pikiran dan perasaan manusia.
Kubu rasionalisme membantahnya dengan mengatakan bahwa sejak manusia lahir, sudah terdapat sekumpulan ide dalam pikirannya. Contohnya, siapa yang mengajarkan bayi menangis ketika dia dilahhirkan? bukankah itu tanda bahwa bayi bisa berpikir sehingga memberikan reaksi terhadap kelahirannya? Ini perdebatan serius dan sungguh tidak ada yang bisa menentukan kebenarannya.
Manusia berpikir dengan menggunakan akal sehat yang adalah instrumen dalam rasio manusia untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Akal sehat semacam menjadi alat ukur atas apa yang masuk dalam pikiran manusia.
Jika akal sehat adalah alat atau instrumen, maka bisa digunakan maupun tidak digunakan. Itu adalah sebuah konsekuensi logis. Maka hari ini kita mengenal sebutan umpatan "tidak punya akal sehat" untuk dikatakan bagi orang yang bertindak tanpa berpikir terlebih dulu.
Kasus ini bisa anda dapatkan pada orang-orang dengan intelegential quality (IQ) yang tinggi. Mereka sering disebut men-tuhan-kan pikirannya atau akal sehatnya. Walaupun memang tidak sama sekali. Kasus seperti ini mungkin hanya terjadi pada beberapa orang saja, ataupun di negara-negara tertentu.
Alasan mengapa manusia bisa berpikir itu sulit untuk ditemukan. Manusia hanya bisa menikmati bahwa dia punya akal sehat yang bisa digunakan untuk kehidupannya. Mungkin juga akal sehat bukan alasan manusia bisa hidup. Orang dengan penyakit jiwa bisa terus hidup tanpa berpikir sehingga harus disembuhkan pikirannya.
Seperti apa akal sehat itu? sebuah pertanyaan yang tampaknya konyol dan bodoh. Tapi ini serius. Jika ada manusia yang bisa menunjukan bahwa "inilah akal sehat itu, bentuknya seperti ini, dan tempatnya di sini" juga tergolong konyol.
Sesuatu yang paling sulit yang pernah dipikirkan manusia adalah tentang dirinya sendiri. Dan sesuatu yang tidak mungkin dikenali manusia juga adalah dirinya sendiri. Bagaimana dengan akal sehat? haruskah manusia membahas tentang akal sehat menggunakan akal sehat itu sendiri?
Jika akal sehat adalah sebuah alat atau intrumen, bagaimana mungkin dia menjelaskan tentang dirinya sendiri? Akal sehat adalah satu dari banyak hal yang sulit dimengerti dan mungkin tidak ada penjelasannya secara "akal sehat" itu sendiri.
Sampai pada beberapa pihak yang memberikan kesimpulan bahwa pikiran manusia itu terbatas dan tidak bisa mengenal dirinya sendiri. Kita tidak akan merasa puas dengan kesimpulan seperti itu. Sebab keterbatasan macam apa sehingga mengakibatkan manusia tidak bisa mengerti akal sehatnya sendiri, sedangkan manusia hidup karena manusia berpikir.
Manusia terus mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan konyol yang mungkin tidak ada jawabannya. Dunia pikiran manusia yang tidak pernah puas akan terus haus akan kebenaran tentang banyak hal. Akal sehat hanyalah salah satu dari banyak hal itu.
Mari kita biarkan perdebatan terjadi agar kita bisa mendapat pengetahuan baru, hal yang baru hasil dari pemikiran-pemikiran yang lebih brilian dari kita. Kita juga bebas menentukan pendapat seperti apa akal sehat itu secara akal sehat kita sendiri.
Banyak yang sepakat dengan Descartes, bahkan banyak juga yang coba membuktikan kebenaran dari pernyataan itu. Tidak sedikit juga yang membantah Descartes dari kubu empirisme yang menyatakan bahwa manusia hidup karena bernafas dan berinteraksi dengan dunianya.
Kedua kubu itu, rasionalisme dan empirisme memang selalu berseberangan dalam banyak hal. Yang utama menjadi perdebatan mereka adalah persoalan eksistensi manusia. Siapa yang menang? tidak ada. Perdebatan itu masih terjadi sejak abad ke tujuh hingga saat ini.
Akal sehat menjadi penting bagi manusia untuk menentukan eksistensinya, namun bagaimana jika manusia tidak bisa bernafas. Jika manusia hidup karena berpikir, jadi bagaimana dengan bayi yang baru lahir, apakah bayi bisa berpikir?
Serahkan semua pertanyaan itu pada para ahli, biar mereka yang membahasnya dan kita tinggal menikmati hasilnya. Tidak juga begitu.
Ada pendapat dari kubu empirisme bahwa akal sehat manusia itu akan terbentuk saat menerima impresi dari luar dirinya. Impresi itu masuk melalui sistem indrawi dan diproses dalam pikiran dan perasaan manusia.
Kubu rasionalisme membantahnya dengan mengatakan bahwa sejak manusia lahir, sudah terdapat sekumpulan ide dalam pikirannya. Contohnya, siapa yang mengajarkan bayi menangis ketika dia dilahhirkan? bukankah itu tanda bahwa bayi bisa berpikir sehingga memberikan reaksi terhadap kelahirannya? Ini perdebatan serius dan sungguh tidak ada yang bisa menentukan kebenarannya.
Manusia berpikir dengan menggunakan akal sehat yang adalah instrumen dalam rasio manusia untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Akal sehat semacam menjadi alat ukur atas apa yang masuk dalam pikiran manusia.
Jika akal sehat adalah alat atau instrumen, maka bisa digunakan maupun tidak digunakan. Itu adalah sebuah konsekuensi logis. Maka hari ini kita mengenal sebutan umpatan "tidak punya akal sehat" untuk dikatakan bagi orang yang bertindak tanpa berpikir terlebih dulu.
Jika memandang akal sehat sebagai suatu hal yang luar biasa dan memiliki potensi besar serta mampu membawa diri kita mencapai tingkatan hidup yang lebih baik, maka konsekuensinya adalah kita cenderung men-tuhan-kan akal sehat.
Kasus ini bisa anda dapatkan pada orang-orang dengan intelegential quality (IQ) yang tinggi. Mereka sering disebut men-tuhan-kan pikirannya atau akal sehatnya. Walaupun memang tidak sama sekali. Kasus seperti ini mungkin hanya terjadi pada beberapa orang saja, ataupun di negara-negara tertentu.
Alasan mengapa manusia bisa berpikir itu sulit untuk ditemukan. Manusia hanya bisa menikmati bahwa dia punya akal sehat yang bisa digunakan untuk kehidupannya. Mungkin juga akal sehat bukan alasan manusia bisa hidup. Orang dengan penyakit jiwa bisa terus hidup tanpa berpikir sehingga harus disembuhkan pikirannya.
Seperti apa akal sehat itu? sebuah pertanyaan yang tampaknya konyol dan bodoh. Tapi ini serius. Jika ada manusia yang bisa menunjukan bahwa "inilah akal sehat itu, bentuknya seperti ini, dan tempatnya di sini" juga tergolong konyol.
Sesuatu yang paling sulit yang pernah dipikirkan manusia adalah tentang dirinya sendiri. Dan sesuatu yang tidak mungkin dikenali manusia juga adalah dirinya sendiri. Bagaimana dengan akal sehat? haruskah manusia membahas tentang akal sehat menggunakan akal sehat itu sendiri?
Jika akal sehat adalah sebuah alat atau intrumen, bagaimana mungkin dia menjelaskan tentang dirinya sendiri? Akal sehat adalah satu dari banyak hal yang sulit dimengerti dan mungkin tidak ada penjelasannya secara "akal sehat" itu sendiri.
Sampai pada beberapa pihak yang memberikan kesimpulan bahwa pikiran manusia itu terbatas dan tidak bisa mengenal dirinya sendiri. Kita tidak akan merasa puas dengan kesimpulan seperti itu. Sebab keterbatasan macam apa sehingga mengakibatkan manusia tidak bisa mengerti akal sehatnya sendiri, sedangkan manusia hidup karena manusia berpikir.
Manusia terus mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan konyol yang mungkin tidak ada jawabannya. Dunia pikiran manusia yang tidak pernah puas akan terus haus akan kebenaran tentang banyak hal. Akal sehat hanyalah salah satu dari banyak hal itu.
Mari kita biarkan perdebatan terjadi agar kita bisa mendapat pengetahuan baru, hal yang baru hasil dari pemikiran-pemikiran yang lebih brilian dari kita. Kita juga bebas menentukan pendapat seperti apa akal sehat itu secara akal sehat kita sendiri.
Posting Komentar untuk "Akal Sehat Manusia yang Sulit Dimengerti"
Apa saja isi komentar anda sangat berarti bagi penulis... ^_^