Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Memahami Fenomena Revolusi Industri

Orang yang mempelajari ilmu ekonomi sangat akrab dengan istilah revolusi industri. Sebab dalil-dalil dasar ilmu ekonomi terbentuk dan menjadi pemicu pada revolusi industri pertama yang terjadi di Inggris pada abad ke 18. Kita akan coba mengerti apa sebenarnya revolusi industri itu.

Dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah industrial revolution yang merujuk pada kondisi perilaku ekonomi yang sebelumnya berbasis merkantilisme menjadi berbasis industrial. Revolusi menunjuk kepada suatu keadaan yang mengalami perubahan dengan cepat sedangkan industri menjadi subjek dari perubahan itu.

Sedangkan jika mengacu dari masalah utama, revolusi industri lahir akibat perkembangan ilmu pengetahuan modern yang sangat pesat. Pada masa itu lahir berbagai macam pemikiran yang menghasilkan disiplin-disiplin ilmu modern seperti matematika, fisika, biologi, kimia, astronomi, dan lainnya. Ilmu-ilmu ini sudah ada sebelumnya, namun masa pencerahan mengakibatkan ilmu-ilmu ini menjadi lebih berkembang lagi.

Sebenarnya, alasan terjadinya revolusi industri di Inggris menurut pemahaman saya, bukan karena adanya motif ekonomi saja. Tapi juga adanya motif akademik berupa perobaan-percobaan atau penerapan ilmu pengetahuan modern kedalam dunia industri. Sebab kondisi industri masa itu masih dikategorikan rendah secara efektifitas dan efisiensi sumber daya.

Ilmu pengetahuan atau sains ingin mencoba menjawab kebutuhan dunia industri dengan menerapkan teori-teori sains. Sedangkan peran ilmu ekonomi yang masa itu masih dibawah asuhan disiplin ilmu moralitas, berperan sebagai pemicu besar alasan penerapan sains kedalam dunia industri.

Maksudnya adalah, ilmu ekonomi yang sebenarnya belum selesai lapisan dasarnya yang dikerjakan oleh Adam Smith, kemudian menjadi alasan para pelaku industri untuk mencoba hal baru. Pelaku industri seakan ingin mewujudkan cita-cita kemakmuran yang ditawarkan Adam Smith dengan melakukan kolaborasi bersama pada saintis.

Sedangkan ilmu ekonomi yang masih bayi itu seketika diubah secara paksa menjadi dewasa dengan munculnya pemikir-pemikir baru yang bahasannya lebih menguntungkan pelaku industri. Dari keadaan itu lahirnya mazhab ekonomi klasik yang memegang penuh teori Adam Smith dalam buku The Wealth of Nations yang memiliki nama lengkap "An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations" yang terbit pada tahun 1776.

Memang ilmu ekonomi memainkan peran penting dan besar pengaruhnya terhadap revolusi industri, namun revolusi industri itu hanyalah jalan atau cara menuju kemakmuran. Sedangkan tentang revolusi industri itu sendiri adalah kolaborasi antara dunia industri dan sains untuk menghasilkan sebuah sistem, perangkat, dan sumber daya industri yang lebih efektif dan efisien.

Bentuk kolaborasi dunia industri dan dunia sains itu tampak dari revolusi industri jilid pertama di Inggris. Gejalanya diawali dari penemuan mesin bertenaga uap oleh James Watt,seorang fisikawan Inggris. Mesin uap ini digunakan dalam industri dengan tujuan untuk meningkatkan produksi dengan cepat tanpa banyak membutuhkan biaya.

Penggunaan tenaga manusia dikurangi dan diganti dengan alat industri yang digerakan oleh mesin bertenaga uap. Para pelaku industri menganggap bahwa biaya yang dikeluarkan jika menggunakan tenaga manusia (padat karya) lebih besar dibanding dengan menggunakan tenaga mesin (padat modal).

Dengan demikian kita menemukan alasan utama dari revolusi industri, yaitu untuk mengganti tenaga manusia dengan tenaga mesin yang dinilai lebih efektif, efisien dan menguntungkan. Namun pada masa itu pelaku industri belum bisa banyak memanfaatkan tenaga mesin karena perkembangan sains dan teknologi masih terbatas.

Revolusi industri hanya menggantikan tenaga manusia dengan tenaga mesin pada proses produksi saja. Meski begitu, penggunaan tenaga mesin harus tetap dalam pengawasan tenaga manusia. Maka terjadilah masalah baru. Tenaga kerja yang diganti dengan mesin itu adalah para buruh kasar. Dari situ munculah klasifikasi tenaga kerja sebagai berikut:
  1. Tenaga kerja tidak terdidik
  2. Tenaga kerja tidak terlatih
  3. Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih
  4. Tenaga kerja terdidik
  5. Tenaga kerja terlatih
  6. Tenaga kerja terdidik dan terlatih
Revolusi industri masa itu hanya mengganti tenaga kerja poin 1, 2 dan 3 dengan tenaga mesin. Itu dilakukan secara bertahap dan mereka berhasil melakukannya. Memasuki abab ke 20, masalah tenaga kerja poin ini ini hampir teratasi total oleh semua industri besar.

Pada abad ke 19, sains mencondongkan diri untuk berkolaborasi dengan pihak militer. Melalui sains, militer mampu menghasilkan alat-alat perang yang canggih dan mematikan. Sementara, dunia industri terbuai dengan kolaborasi itu  sehingga mereka juga masuk dan menjadi bagian dari kolaborasi sains dan militer untuk memproduksi alat-alat perang.

Masa inilah yang kita kenal dengan revolusi industri jilid 2 dengan gejala munculnya tenaga listrik, alat-alat komunikasi, bahan kimia, dan pertambangan minyak. Pada masa itu, sebagian besar hasil industri dikhususkan untuk kepentingan militer. Sebagian kecilnya lagi dinikmati oleh pemerintah dan warga negara, itupun sebatas produk kebutuhan pokok.

Setelah Perang Dunia pertama berhenti, dunia industri seakan kehilangan pasarnya yang besar. Mereka kemudian beralih ke pasar masyarakat sipil dengan hasil produksi yang melimpah dan tidak terkontrol. Teori pasar cetusan Jean-Baptiste Say menjadi panutan bagi dunia industri untuk semakin gencar mengejar pasar.

Teori pasar Say berbunyi "penawaran akan menciptakan permintaannya sendiri", menjadi pemicu utama pabrik-pabrik melakukan produksi besar-besaran. Itu karena mereka meyakini teori pasar Say, maka mereka menganggap bahwa produksi dalam jumlah besar pasti akan laris dipasar karena bisa menciptakan permintaan.

Tahun 1940-an teori itu terbukti gagal. Terjadilah depresi ekonomi luar biasa, sebuah krisis ekonomi yang terjadi akibat barang-barang kehilangan harga karena jumlahnya berlebihan. Fenomena ini kemudian disebut dengan Excess Demand, yaitu suatu kondisi produksi yang berlebihan sehingga mengakibatkan penawaran yang berlebihan dan tidak mampu menciptakan permintaan.

Pada saat yang bersamaan juga terjadi Perang Dunia II, dunia industri seakan mendapat nafas baru disini. Sains yang terus menghasilkan pemikiran baru digunakan dunia industri dan pihak militer untuk kembali menghasilkan teknologi perang yang semakin canggih.

Negara yang menguasai sains, teknologi, dan industri dianggap akan mampu menang dalam peperangan ini. Jerman membuktikan itu dengan menguasai setengah benua Eropa termasuk Belgia, Prancis, sebagian Uni Soviet dan sebagian Inggris. Sampai saat ini Jerman masih diakui sebagai negara yang perkembangan sains, teknologi dan industrinya sangat pesat.

Meskipun kalah dalam Perang Dunia II, ilmu pengetahuan dan teknologi Jerman sangat diakui oleh negara-negara penakluknya yaitu Uni Soviet dan Amerika Serikat. Banyak pihak yang berasumsi bahwa Amerika Serikat dan Uni Soviet banyak mengambil atau mengadopsi ilmu pengetahuan warisan Jerman yang kemudian dikembangkan. Tapi kebenaran tentang itu tidak ditemukan dalam literatur-literatur sains.

Setelah Perang Dunia II selesai, dunia industri menjadi lesu? Tidak. Masih ada Perang Dingin antara blok Liberal (Kapitalisme) dan blok Komunisme. Bahkan masih banyak perang-perang lain yang terjadi. Perang Dingin membelah Jerman dan Korea menjadi dua negara, meski dalam waktu dan kondisi berbeda. Jerman dibagi karena kesepakatan kemenangan Perang Dunia II yang saat itu Amerika Serikat dan Uni Soviet masih bersekutu. Sedangkan Korea dibelah karena masalah ideologi. 

Dengan terlibat dalam perang dingin ini, dunia industri yang sebenarnya berbasis ideologi Kapitalisme cukup mendapat keuntungan besar. Mereka menggantikan kolonialisme dengan industrialisme pada negara-negara bekas jajahan bangsa Eropa dan negara bekas jajahan kubu fasisme (Jerman dan Jepang) yang kalah dalam Perang Dunia II.

Sebab itu orang-orang yang cenderung berpemahaman "kiri" akan menyebutkan bahwa industrialisme adalah penjajahan gaya baru. Atau dengan istilah post-kolonialisme dan neo-liberalisme. Dan itulah menjadi salah satu gejala Perang Dingin, perang ideologi yang dampaknya hampir membelah seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia.

Perang Dingin membawa dunia industri dan dunia sains masuk pada tahap baru yang mengutamakan bidang teknologi informasi. Sejak itu muncul slogan yang mengatakan bahwa pemenang perang dingin adalah yang menguasai teknologi informasi. Sebab perang dingin sangat mengandalkan peran intelejen dan propaganda.

Teknologi informasi menjadi pantutan utama dalam perkembangan ekonomi, bahkan di negara-negara dunia ketiga (sebutan dari negara maju untuk negara-negara berkembang) seakan dipaksa untuk menguasai teknologi informasi.

Alasan inilah yang memicu revolusi industri jilid ke 3. Industri dianggap akan bertahan hidup jika menguasai teknologi informasi. Lahirlah teknologi komputer, internet dan telepon nirkabel (selular) yang dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kepentingan bertahan hidup dunia industri.

Gejala revolusi industri jika dikaitkan dengan perang dingin salah satunya adalah peluncuran satelit Sputnik oleh Uni Soviet dan satelit Apollo oleh Amerika Serikat. Namun gejala yang kemudian disebut sebagai gejala murni dari revolusi industri adalah pemanfaatan komputer untuk meringankan pekerjaan administratif perusahaan.

Dari gejala ini kita melihat bahwa revolusi industri jilid 3 mulai mengurangi tenaga kerja poin 4 dan 5. Ini dilakukan agar industri menjadi lebih efektif dan efisien. Jika revolusi industri jilid 1 dan 2 untuk menghemat biaya operasional produksi, maka revolusi industri jilid 3 dilakukan untuk menghemat biaya operasional administrasi.

Dengan penggunaan komputer, internet dan ponsel, dunia industri berharap banyak untuk bisa meminimalkan biaya administrasi, termasuk biaya pemasaran. Namun seiring berkembangnya cabang ilmu pemasaran yang memandang bahwa permintaan itu harus dibentuk dengan memberikan pengaruh, maka justru yang terjadi adalah kebalikannya, biaya pemasaran meningkat sehingga harus dibarengi dengan hasil penjualan yang meningkat.

Era revolusi industri jilid 3 kini sudah mencapai puncaknya. Gejalanya adalah dengan bergantungnya dunia industri pada teknologi informasi. Saat ini semua perusahaan seakan menjadi sangat ketergantungan dengan penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi yang dianggap bisa membawa kesuksesan sebuah perusahaan.

Jaman now sudah akan memasuki era revolusi industri jilid 4 atau disebut dengan istilah Industrial Revolution 4.0. Apakah yang menjadi gejala-gejalanya? bagaimana revolusi industri 4.0 akan membentuk sistem? dan pertanyaan lainnya akan saya bahas dalam tulisan terpisah.

Sejauh ini pembahasan saya tentang revolusi industri selalu mengaitkannya dengan perang, terutama pada jilid 2 dan jilid 3. Apakah revolusi industri jilid 4 juga berkaitan dengan perang? Tulisan berikutnya akan coba menggali lebih dalam tentang itu berdasarkan data-data yang ditemukan. 
Leon Manua
Leon Manua Mata yang tak pernah kau tatap secara nyata

Posting Komentar untuk "Memahami Fenomena Revolusi Industri "