Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Harus Mahasiswa Lagi

Entah hanya gertakan atau kata-kata yang diungkapkan saat merasa tidak dihargai rakyat, Presiden langsung meng-ultimatum FPI (Front Pembela Islam) dan ormas anarkis lainnya untuk dibubarkan. Dan ultimatum ini bukan baru saat ini dikicaukan Presiden SBY bagi mereka.

Presiden merasa tidak dihargai lagi sebagai pemimpin Negara ini. Bukan hanya FPI, ada sekelompok oknum yang menyatakan diri mereka pemuka agama dengan sodoran pembohongan terhadap publik oleh presiden, ada juga yang menyatakan diri sebagai gerakan Trikora (jilid dua), dan gerakan lainnya yang menamakan diri peduli rakyat dan anti pemerintahan.

Pemerintah dinilai kurang tegas, kurang professional, tidak berpihak pada rakyat dan paling parahnya lagi pemerintah, dalam hal ini presiden SBY dinilai sebagai pembohong oleh para pemuka agama.

Saya masih ingat kata-kata seorang aktivis mahasiswa angkatan 66 yang bergerak bersama dengan KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), Soe Hok-gie, yaitu "jika rakyat merasa ditindas, maka mereka akan bergerak sendiri, dan jika itu terjadi, maka Negara akan mengalami chaos, lebih baik jika mahasiswa yang bergerak".

Kata-kata ini menyimpan kekuatan sosial sebagai agen perubahan total ada pada mahasiswa sebagai tameng dan pentungan rakyat. Singkatnya mahasiswa adalah senjata rakyat tertindas.

Yang juga sebenarnya yang telah terlebih dahulu mengkicaukan anti pemerintahan SBY dan Boediono adalah para aktivis mahasiswa dengan isu utama mereka adalah antek Neo-liberalisme yang dalam pengambilan kebiajakan justru tidak memihak pada rakyat melainkan pada kaum kapitalis yang notabene adalah penganut neoliberalisme tulen.

Suara para mahasiswa sesaat sebelum pemilihan presiden tersebut ternyata hanya sebatas didiskusikan saja oleh pemerintahan saat itu. Bahkan rakyat pun rupanya tidak terpengaruh dengan adanya isu tersebut. Entah karena pengalihan isu yang terus dilakukan pemerintah SBY saat itu atau propaganda mahasiswa yang kurang mengambil hati rakyat Indonesia. 

Setelah pemilihan presiden selesai dengan hasil terpilihnya pasangan SBY dan Boediono sebagai presiden dan wakil presiden membawa hawa kurang sedap dihati para aktivis mahasiswa yang merasa khawatir akan terjadi chaos di Negara ini setelah terbukti pada pemerintahan SBY periode sebelumnya sangatlah mengecewakan rakyat, bukan hanya itu, terlebih telah membuat ruang dendam dihati para aktivis mahasiwa. 

Pemerintahan SBY periode kedua adalah jawaban kekhawatiran mahasiswa yang dikumandangkan sebelum pemilihan presiden tahun 2009 lalu. Ini adalah akibat dari kurangnya pergerakan dan penolakan mahasiswa terhadap rezim SBY dan pencegahan sejak dini yang tidak dilakukan dengan baik dan dibiarkan berjalan secara laizess faire oleh para aktivis dan orang-orang yang merasa kegelisahan tak kunjung usai.

Jawaban terhadap kegelisahan mahasiswa waktu lalu adalah saat ini. Yaitu, Negara diambang kehancuran. Kekhawatiran itu sudah nyata kegelisahan mahasiswa sudah terpajang jelas disetiap lembar media cetak dan ditiap headline news media elektronik.

Kehancuran itu tidak bisa kita hindari lagi, dan bukan hanya itu, kata-kata Soe Hok-gie diatas tentang apa yang dikhawatirkannya mengenai pergerakan rakyat yang berujung pada Negara yang chaos kini sudah didepan kepala kita. Dan kita para mahasiswa sepertinya telah terancam mati gaya dan cenderung mati karier dalam perwujudan sebagai agent of change di Indonesia. 

Kini presiden SBY menghindari peristiwa Tunisia dan Mesir terjadi di Indonesia. Atau setidaknya SBY tidak ingin mengakhiri kekuasaannya seperti mantan presiden Indonesia yang sebelumnya, Ir. Soekarno dan Jend. Soeharto yang terpaksa harus mengakhiri kekuasaan dengan tidak hormat.

Tapi kedua mantan presiden kita itu masih lumayan terhormat karena mereka tidak melalui proses pemilihan secara langsung sebagaimana yang terjadi pada presiden SBY. Kekuatan rakyat yang memilih presiden SBY dan kekuatan rakyat pula yang harus menurunkan SBY dari kekuasaannya yang amburadul.

Disini saya tidak akan menghiraukan pernyataan presiden tentang ultimatum akan menindak oknum yang bertindak makar terhadap presiden sesuai dengan undang-undang yang berlaku, karena mengingat mungkin presiden malu harus diturunkan seperti kedua mantan presiden kita.

Kita sepertinya kurang dapat memahami konstelasi politik yang diterapkan SBY di Indonesia, tapi sekuat apapun konstelasi dan pertahanan politiknya itu tidak mungkin dapat menandingi kekuatan rakyat yang sudah terbukti dan teruji di Indonesia dan di Negara lain.

Pergerakan sepertinya harus dipelopori oleh mahasiswa dan dengan itu kita bisa menilai sebagaimana kuat people power yang tersimpan di Indonesia. Pergerakan mahasiswa bukan untuk menghancurkan konstitusi Negara atau pun mencoreng nama baik penguasa. Ini hanyalah ungkapan kekecewaan yang menumpuk di kepala aktivis, ini hanyalah ungkapan kegelisahan yang telah berujung pada rusaknya moralitas di negeri ini. Ini adalah gerakan moral, bukan gerakan politik.

Gerakan mahasiswa ini yang akan menjadi catatan baru dengan rekor baru setelah satu dekade lebih tidak ada perubahan dalam tatanan Negara ini. Maka reformasi 1998 yang digerakan oleh mahasiswa harus dihidupkan kembali. Mesin ini yang mampu menumbangkan kegelisahan dan kekecewaan. Mahasiswa, kini saatnya bergerak kembali.

Gerakan-gerakan uji coba telah kita lakukan pada setahun pemerintahan SBY-Boediono pada tanggal 20 Oktober 2010 lalu dan disusul dengan pergerakan yang mewarnai hari sumpah pemuda ke-82 pada 28 Oktober 2010. Dan beberapa pergerakan di pusat maupun ibukota dengan mengangkat berbagai isu.

Pergerakan sebenarnya baru memanaskan mesin yang dingin, pergerakan mahasiswa Indonesia harus menunjukan totalitas mewujudkan cita-citanya dalam menuntut perbaikan Negara berdasarkan konstitusi Undang-undang Dasar 1945 dan ideologi Pancasila.

Kawan-kawan mahasiswa sepergerakan, sekarang didepan mata kita telah terpampang kebobrokan dan kehancuran Negara, apa tindakan kita? Menganalisa masalah saja? Atau sekedar memberikan komentar? Atau bahkan diam? Atau mendukung pemerintah yang telah terbukti tidak mampu memperbaiki negara dalam kurun waktu yang melebihi batas kewajaran?

Atau kita akan bersatu dan bergerak menuntut perbaikan total, terutama pergerakan moral untuk politik dan pemerintahan yang lebih baik demi tercapainya cita-cita proklamasi Indonesia? Ini pilihan kita, dan pilihan itu hak pribadi kita, silahkan menjadi apatis dan silahkan menjadi idealis. Tapi yang nyata harus ada pergerakan dari mahasiswa menjelang Negara chaos Indonesia terjadi.

Disini saya menilai bahwa pemerintah sengaja mematikan gerakan mahasiswa dengan membuat aturan-aturan yang mengalihkan perhatian mahasiswa pada hal yang lain. Dan hal yang urgen di pemerintahan dilindungi dari kritik dan serangan mahasiswa.

Kenapa, takut? Ultimatum semacam itu adalah ungkapan ketakutan pemerintah saja. Jangan takut kawan seperjuanganku, kita bergerak bersama, dalam bentuk apapun itu, agar kita bisa menjadi agen perubahan yang tidak memalukan Negara. 

Inilah waktunya gerakan mahasiswa hidup dan bertumbuh untuk perbaikan. Kita lupakan saja kepentingan-kepentingan yang kita cari seperti jabatan, nama baik, keuntungan pribadi, dan lainnya. Kita tinggalkan saja hal-hal yang memisahkan kita.

Saatnya kita bersatu menggalang kekuatan dan jadilah gun of people. Serta mari bersama menuntut hak rakyat, karena hak rakyat adalah hutang pemerintah. Mahasiswa hidup, hidup mahasiswa.

Posting Komentar untuk "Harus Mahasiswa Lagi"