Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pemurnian Kekuasaan Tujuannya Korupsi

Di Sulawesi Utara ini sebuah fakta menarik yang terjadi dibidang politik adalah "pemurnian kekuasaan". Yang dimaksud dengan pemurnian kekuasaan adalah bentuk tindakan pemerintah yang dengan sekuat mungkin memperluas kekuasaan, menyingkirkan lawan-lawan politik, dan melakukan pencitraan pribadi yang baik melalui media massa dengan tujuan untuk membentuk suatu tatanan kekuasaan yang total dan kuat sehingga mampu diturunkan kepada sanak saudara maupun orang-orang terdekat. 

Dengan kata lain, pemurnian kekuasaan bisa disebut juga monopoli kekuasaan. Hal ini sangat berbahaya bagi demokrasi bangsa dan negara mengingat pemurnian kekuasaan bisa memperlemah bahkan mematikan demokrasi melalui birokrasi dan sistem sosial. Jika ini terus terjadi, maka kekuasaan yang sedang berjalan mengakibatkan korupsi merajalela turun-temurun.

Masa orde baru sudah membuktikan bahaya dari pemurnian kekuasaan, di mana terjadi korupsi berjamaah oleh penguasa saat itu. Demokrasi Indonesia mati selama puluhan tahun, uang rakyat dihisap besar-besaran untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Ribuan jiwa melayang jadi korban konflik politik orde baru. 

Sampai pada saat ini masalah tersebut tidak pernah tuntas, kejelasan saja tidak ada. Imbas lain dari pemurnian kekuasaan adalah pembohongan sejarah bangsa Indonesia. Hal itu terjadi karena penguasa beranggapan bahwa sejarah adalah milik mereka, mengakibatkan jutaan rakyat Indonesia ditipu dengan buku sejarah masa orde baru. 

Belum lagi masalah ketimpangan sosial, masa orde baru dengan model pemurnian kekuasaannya mengakibatkan ketimpangan sosial di Indonesia parah dan sulit diperbaiki. Terlalu banyak efek negatif dari model pemurnian kekuasaan itu sehingga kita sebagai rakyat juga dimatikan daya kritis karena dihantui dengan hukum yang berpihak pada penguasa, contohnya pasal pencemaran nama baik, pasal keterbukaan informasi publik (karena ini banyak informasi publik yang dijadikan rahasia), serta pasal-pasal lainnya yang mematikan daya kritis.

Kini kita lihat fakta yang terjadi dalam kondisi politik Sulawesi Utara, mulai dari tatanan kabupaten, kota sampai provinsi. Fenomena pemurnian kekuasaan ini sangat jelas terlihat dan tidak bisa disangkal lagi. 

Dari tingkatan provinsi, pemerintah provinsi Sulawesi Utara yang sementara membangun pemurnian kekuasaan.  Mereka membangun pemurnian kekuasaan dalam beberapa tahap. Dari beberapa tahapan itu, ada beberapa tahapan yang sulit dilihat secara langsung namun bisa dianalisis dengan alat analisis wacana politik.

Ditingkatan kabupaten dan kota juga terjadi demikian. Contohnya, dengan menyingkirkan wakil mereka dari kedudukannya serta memprovokasi masyarakat dengan membuat isu "wakil saya tidak becus" atau membuat para wakil terperangkap kasus yang sengaja disabotase (?). 

Hal ini sudah terjadi sejak lama di Sulawesi Utara, contohnya kasus yang melanda mantan Wakil gubernur Sulawesi Utara, F.H. Sualang. Momen ini kemudian digunakan oleh gubernur Sulut masa itu S.H. Sarundajang untuk memurnikan kekuasaannya. 

S.H. Sarundajang juga memanfaatkan momen tertangkapnya Walikota Manado J.R. Rogi dan Wakilnya Abdi Buchari, sehingga S.H. Sarundajang mampu memonopoli kekuasaan sampai pada jabatan Plt. Walikota Manado. Hal ini terjadi pada masa yang tepat dengan momen WOC dan CTI Summit yang sengaja digelar untuk menjual bumi Sulawesi Utara.

Dintingkatan kabupaten dan kota juga kita lihat yang lebih menyolok. Konflik J.S.M. Rumayar dengan L.S. Watoelangkow semasa menjadi pasangan walikota dan wakil walikota Tomohon. Dengan cara pemurnian kekuasaan akhirnya J.S.M. Rumayar jatuh pada permainannya sendiri sehingga blunder politik pun terjadi. Pasangannya Jimmy F. Eman yang mendapat jatah mujur dari permainan Rumajar dan Watoelangkow. 

Eman duduk sebagai walikota Tomohon tapi para politisi Tomohon panik karena kebingungan dengan satu masalah, siapa yang akan dijadikan wakil walikota? Hal ini tidak dijawab karena Eman dianggap mampu meneruskan cita-cita Rumajar, yaitu memimpin Tomohon tanpa wakil walikota. Dan ini pemurnian kekuasaan.

Di Minahasa Tenggara terjadi konflik politik antara Bupati dan wakilnya. Pasangan Tjanggulung dan Damongilala akhirnya pecah karena Tjanggulung ingin menerapkan model pemurnian kekuasaan. 

Bukan hanya di Minahasa Tenggara saja, di Minahasa induk juga terjadi demikian, S.V. Runtu yang berhasil mengurangi pengaruh kepemimpinan dari J.W. Sajow juga termasuk dalam model pemurnian kekuasaan. Bupati Minahasa Selatan C.E. Paruntu yang konflik dengan wakilnya S. Tandaju juga dalam perjuangan untuk menerapkan model pemurnian kekuasaan.

Jika kita melihat bebagai cara yang ditempuh penguasa untuk menerapkan model pemurnian kekuasaan pada dasar polanya adalah sama. Pemurnian kekuasan ini adalah teori lama warisan orde baru yang ingin diteruskan di era sekarang. Bahkan Presiden SBY juga sedang menerapkan model ini namun gagal karena oposisi dan moderat yang terlalu kuat. 

Tujuan dari pemurnian kekuasaan ini hanya satu, yaitu untuk menguasai rakyat dan melakukan korupsi berjamaan. Itulah yang harus kita berantas dan kita perjuangkan. Jangan sampai demokrasi bangsa dirusak oleh orang-orang yang katanya mengerti nasionalisme dan demokrasi. 

Semoga mimpi buruk ini tidak terjadi karena memang tidak seharusnya terjadi lagi setelah puluhan tahun kita terpuruk penguasa orde baru. Saatnya rakyat beranggapan skeptis terhadap pemimpinnya agar fungsi kontrol dari rakyat tetap terjaga dan bisa mewujudkan demokrasi yang sejati.

1 komentar untuk "Pemurnian Kekuasaan Tujuannya Korupsi"

  1. Bos hati2 posting artikel begini, layaknya anda mau main dengan api....

    BalasHapus

Apa saja isi komentar anda sangat berarti bagi penulis... ^_^