Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Lestarikan Danau Tondano Sebagai Sumber Air Utama di Sulawesi Utara

Unima, Danau Tondano, IPDN Sulut, Perum Unima
Peta Danau Tondano, Kampus Unima, Gunung Tampusu, dan IPDN Sulut
Tahun 2007 silam, setelah lulus dari sekolah menengah, saya pindah ke Tondano, Ibukota Kabupaten Minahasa yang terkenal dengan kesejukan dan keindahan panorama Danau Tondano. Namun alasan saya pindah domisili ke Tondano adalah untuk melanjutkan studi ke Universitas Negeri Manado (Unima) yang terletak tepat di perbukitan sebelah barat Danau Tondano.

Saya kemudian memilih rumah kos di kompleks perumahan milik Universitas. Mengejutkan sekali ketika tinggal di kompleks perumahan itu, air dari PDAM ternyata tidak bisa diharapkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih dari warga yang sebagian besar adalah mahasiswa.

Hari-hari awal saya di tempat itu diperhadapkan dengan satu masalah besar, yaitu masalah kebutuhan air untuk minum, mandi, cuci pakaian, masak, dan kebutuhan lainnya. Akhirnya saya harus menyesuaikan dengan situasi seperti ini.

Di rumah itu saya tinggal bersama dengan delapan orang lainnya. Kami mengadakan sebuah rapat kecil untuk membahas sebuah masalah besar, yaitu krisis air. Hasil rapat kecil itu sangat bijak, yaitu kami membagi kebutuhan air berdasarkan sumber air. Untuk kebutuhan memasak, kami menampung air dari PDAM yang waktu itu sebulan hanya tiga kali mengalir dan itupun tidak banyak.

Untuk kebutuhan mandi, cuci pakaian, dan cuci piring kami berharap pada doa agar hujan turun. Dengan konsekwensinya, jika ingin mandi air bersih, harus membelinya dari tetangga dengan harga seribu rupiah per galon.

Dengan kondisi itu, saya selalu berpikir, apakah saya harus korbankan kesehatan dengan mandi air hujan? atau harus korbankan seribu rupiah setiap hari untuk membeli segalon air bersih? Dengan berpikir agak bijak maka saya putuskan untuk korbankan seribu rupiah membeli air bersih untuk mandi.

Begitupun yang saya lakukan untuk memenuhi kebutuhan air minum, saya membeli sebuah dispenser air dan galonnya agar bisa beli air minum dari depot isi ulang. Dan untuk mencuci pakaian, tetap andalkan doa agar hujan turun. Kondisi itu terus saya alami bertahun-tahun. Bukan saya saja, banyak juga orang yang bertahan hidup dengan cara yang saya lakukan, ada juga yang punya cara lain.

Krisis air bersih di perumahan Universitas ini terus berlangsung sampai pertengahan tahun 2012. Saat ini sumber air dari PDAM sudah terbilang agak lancar, walaupun air yang dihasilkan belum bisa dikatakan air bersih. Kini saya ingin mencari sumber masalahnya.

Tahun 2010 lalu tepat pada hari peringatan sumpah pemuda, Saya bergabung ke barisan Aliansi Pemuda Peduli Indonesia (APPI) dan menggelar demo di sekretariat DPRD Minahasa untuk berbagai aspirasi.  Aksi demo ini berhasil di dokumentasikan oleh media massa (Mahasiswa Unima Duduki DPRD).

Aspirasinya antara lain adalah tentang perbaikan pelayanan air bersih di perumahan Universitas dan penanganan masalah eceng gondok di Danau Tondano. Dua anggota DPRD memberi jawaban namun jawaba mereka ternyata baru rencana. Mereka menjawab solusi untuk pelayanan air bersih seperti ini:
Saat ini mata air yang digunakan PDAM di Uluna (istilah untuk lokasi mata air dalam bahasa Tondano) sudah berkurang debit airnya sehingga harus mencari mata air baru yang lebih dekat dengan perum Unima (sebutan untuk perumahan Universitas yang saya tinggali). Salah satu mata air terdekat yaitu di kawasan hutan belakang Kelurahan Tataaran II. PDAM akan memperbaiki pompa air dan jaringan pipa air ke Perum Unima. Rencana ini akan dilaksanakan awal tahun 2011 dan diperkirakan akan selesai akhir tahun 2011 atau awal tahun 2012.
Sedangkan untuk masalah eceng gondok, yang sempat jadi janji politik dari bupati Minahasa saat itu, sepeti kurang memuaskan. DPRD rencananya akan melakukan pengadaan kapal pembersih eceng gondok, tapi belum tahu kapan. Berikut jawaban dari salah satu anggota DPRD Minahasa:
Saat kami sudah melakukan pembersihan Danau Tondano dari eceng gondok melalui pemberdayaan masyarakat pesisir danau. Rencananya juga kami akan membeli kapal pembersih eceng gondok tahun depan (2011) untuk lebih memudahkan pembersihan eceng gondok
Namun dibalik permasalahan pelayanan air bersih dan eceng gondok di Danau Tondano, ada masalah yang lebih penting dan lebih mendesak yang harus segera diatasi. Yaitu masalah berkurangnya debit air Danau Tondano karena penebangan hutan yang merajalela di kawasan penyerapan air atau kawasan hulu Danau Tondano.

Kawasan penyerapan air Danau Tondano yaitu di kawasan pegunungan Kawatak Langowan, kawasan pegunungan Tampusu Remboken, dan kawasan kampus Unima. Turunnya debit air Danau Tondano sempat membuat krisis listrik se Sulawesi Utara pada tahun 2009 lalu. Karena pembangkit listrik tenaga air (PLTA) terbesar di Sulawesi Utara ada di daerah aliran sungai (DAS) Tondano yang merupakan aliran air dari Danau Tondano yang bermuara di Kota Manado.

Akibatnya juga, PT Air Manado yang menjadikan DAS Tondano sebagai sumber air, harus mengalami krisis air untuk wilayah Manado Utara seperti di Kecamatan Singkil, Tuminting dan Mapanget.

Mengapa Danau Tondano mengalami penurunan debit air  Sebenarnya pertanyaan ini sudah diketahui jawabannya. Namun yang diharapkan bukan sekadar menjawab saja, tapi bertindak. Seperti yang diliput oleh Kompas.com (Danau Tondano Terancam Menjadi Kering), menyebutkan bahwa setiap tahun debit air danau itu turun sekitar 40 hingga 50 centimeter (cm) dan bisa kering 15 hingga 20 tahun mendatang. Wah, sebuah kenyataan yang harus kita terima jika itu terjadi karena tidak segera bertindak. Kompas.com juga menuliskan bahwa:
Kondisi Danau Tondano diperparah dengan ancaman pemanasan global, tidak adanya penghijauan, meningkatnya aktifitas masyarakat, pembalakan liar, kebakaran, konversi hutan, pertambangan golongan C yang mengakibatkan erosi dan sedimentasi. Akibat degradasi lingkungan di danau itu, kedalaman danau menjadi sekitar 20 meter dari permukaan, padahal pada 1934 dalamnya mencapai 40 meter, sedangkan tahun 1983 sekitar 27 meter.
Yang dibutuhkan bukanlah sekadar Peraturan Daerah dari Pemerintah Kabupaten Minahasa ataupun Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. Yang dibutuhkan adalah tindakan nyata sekarang juga oleh semua pihak, baik itu masyarakat di pesisir Danau Tondano, masyarakat di kawasan penyerapan air, juga semua pihak yang merasa peduli dan merasa pentingnya pelestarian Danau Tondano.

Tentu saja masyarakat di kawasan hulu Danau Tondano membutuhkan debit air yang cukup untuk perkebunan dan persawahan mereka. Masyarakat di pesisir Danau Tondano juga membutuhkannya untuk usaha tambak ikan air tawar, dan sebagai sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Pemerintah Kabupaten Minahasa juga membutuhkan aset pariwisata.

PT. PLN membutuhkannya untuk menjalankan tiga buah pembangkit listrik tenaga air (PLTA) tersebesar di Pulau Sulawesi yang memproduksi listrik untuk kebutuhan Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo. PT Air Manado juga membutuhkan air dari DAS Tondano untuk melayani kebutuhan air bersih di Kota Manado.

Semua membutuhkan Danau Tondano, namun ironisnya hampir semua tidak mau tahu tentang masalah ini. Hampir semua instansi pemerintah dan swasta yang mengaku peduli Danau Tondano namun ternyata hanya sekadar rencana saja, tindakan untuk penyelamatan sedini mungkin tidak dilakukan.

modernisasi kampus unima
Proyek Modernisasi Kampus Unima 2009
Pihak Unima yang menggalang penghijauan di lahan universitas yang terkesan tidak mendapat dukungan penuh dari seluruh civitas akademika sehingga penghijauan itu seperti setengah hati. Tahun 2009, Unima mengadakan program modernisasi kampus.

Lahan-lahan kosong dibuka untuk pembangunan fasilitas gedung baru seperti auditorium, gedung PPG, tambahan gedung untuk fakultas ekonomi, laboratorium terpadu FMIPA, gedung jurusan matematika, gedung program studi ilmu hukum, asrama mahasiswa, serta membuat jalan lingkar kampus baru sepanjang 15 Km. Di pihak lain, PT. Perumnas juga menambah jumlah rumah tinggal di Perum Unima dengan membuka lahan kosong.

Danau di Puncak Gunung Tampusu
Kondisi ini diperparah lagi dengan kenyataan lain. Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Sulawesi Utara membangun kampusnya di kaki Gunung Tampusu yang merupakan daerah penyerapan air Danau Tondano. Gunung Tampusu adalah salah satu gunung api non-aktif yang kawahnya kini sudah tertutup air genangan dan membentuk sebuah danau kecil.

Pihak IPDN memasang pipa untuk mengaliri air dari danau kecil di puncak Tampusu ke area kampus IPDN. Kondisi danau kecil di puncak Tampusu inipun semakin parah. Kini airnya keruh dan tidak menarik lagi untuk para pendaki gunung.

Siapa yang menyangka jika pembangunan daerah harus mengorbankan kelestarian alam. Banyak pihak yang belum menyadari itu. Bahkan pemerintah lebih peduli pembangunan fisik dari pada kelestarian alamnya. Danau Tondano bukti dari keserakahan manusia. Manusia yang merusak alam, mengancam eksistensi alam, akhirnya eksistensi manusia juga yang diancam oleh alam.

Saya hanya seorang penulis yang mencoba menyadarkan orang lain tentang pentingnya pelestarian alam. Danau Tondano yang begitu asri saat dipandang ternyata berumur pendek. Akibat jika tidak segera dilakukan tindakan penghijauan sudah pasti adalah makin berkurangnya debit air Danau Tondano dan jika demikian maka eksistensi manusia yang membutuhkannya ikut terancam.

Rabu, 5 Desember 2012 dicanangkan sebagai Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI). Kegiatan HMPI tingkat Provinsi Sulawesi Utara ini digelar di kampus Unima dan menghadirkan Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Zulkifli Hassan. Menurut rektor Unima, Prof. Dr. Ph. Tuerah, MSi, DEA, Unima baru kali ini didatangi Menteri Kehutanan. Menhut juga sempat kaget melihat kampus Unima yang memiliki lahan seluas 300 hektare.

Dalam sambutannya, Menhut mengatakan ingin membantu Unima untuk menghijaukan lahan yang kosong sebagai bentuk pelestarian Danau Tondano, karena pada sambutan rektor sebelumnya sempat disinggung kalau lahan Unima ini adalah daerah resapan air Danau Tondano. Menhut memberikan bantuan dana sebesar lima juta per hektare untuk penghijauan lahan kosong milik Unima.
Menteri Kehutanan, Zulkifli Hassan di Unima
Menteri Kehutanan, Zulkifli Hassan di Unima
Mendengar itu, saya tentu sangat bahagia karena tidak menyangka kalau ternyata sudah banyak pihak yang memprihatinkan kondisi Danau Tondano. Pada saat kedatangan Menhut ke Unima, saya tidak lupa untuk mendokumentasikannya walau harus berebut posisi paling depan untuk mengambil foto dengan para wartawan.

Ada harapan jika semua pihak peduli dengan eksistensi Danau Tondano. Saya tidak perlu lagi untuk demo di pemerintah kabupaten terkait masalah ini. Semoga dengan momen datangnya Menteri Kehutanan ini bisa membawa dampak baik bagi pihak lain yang belum sadar akan terancamnya eksistensi Danau Tondano.

4 komentar untuk "Lestarikan Danau Tondano Sebagai Sumber Air Utama di Sulawesi Utara"

  1. wah.. keren, tulisannya mas.
    saya ragu nih kalau saya bakalan menang soalnya tulisannya sangat menyentuh

    BalasHapus
  2. Makasih mas.. saya sudah cukup senang dengan menulis.. kalau menang saya bersyukur, kalau belum menang juga saya tetap bersyukur bisa menulis dan terus menulis..

    BalasHapus
  3. wow, danau tondano keren ya..
    kpn ya aku bs wisata kesitu?
    :D

    BalasHapus
  4. mantap gan, yuk jaga kualitas air minum kita.

    BalasHapus

Apa saja isi komentar anda sangat berarti bagi penulis... ^_^