Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Natal; Paganisasi Kristen atau Kristenisasi Pagan?

Mungkin kita pernah mendengar bahwa natal itu sebenarnya adalah perayaan yang diserap oleh gereja dari para penganut paganisme Romawi. Pandangan ini diperkuat dengan argumen bahwa tidak ada perintah untuk merayakan natal dalam kitab suci.

Natal menjadi tradisi gereja yang paling banyak dipermasalahkan, baik oleh orang kristen sendiri maupun dari luar kristen. Anehnya, banyak orang kristen yang tidak pernah belajar sejarah justru paling getol mendukung serangan-serangan dari luar itu.

Tradisi gereja memang sering menjadi bualan para teolog tertentu yang menganggap bahwa tidak perlu ada tradisi yang tidak diperintahkan kitab suci. Sayangnya mereka lupa bahwa kitab suci itu produk dari tradisi gereja sendiri.

Mereka mempertentangkan tradisi gereja dan kitab suci. Tapi mereka lupa bahwa kitab suci yang adalah firman Tuhan itu bukanlah sebuah buku yang jatuh tiba-tiba dari langit. Dalam disiplin bibliologi, disebutkan bahwa Alkitab itu adalah kitab suci yang ditulis dalam rentang waktu 1500 tahun, di tiga benua, oleh lebih dari 40 penulis dari latar belakang yang berbeda-beda.

Apa yang menyatukan tulisan-tulisan itu sehingga diimani sebagai firman Allah? Yaitu sebuah narasi besar tentang keselamatan manusia yang datang dari Allah melalui Yesus Kristus. Lalu darimana umat kristen mengetahui bahwa kitab-kitab itu berada dalam satu narasi besar? Yaitu dengan iman yang diturunkan melalui -sekali lagi- melalui tradisi gereja.

Sebelum Alkitab tersusun seperti yang ada pada smartphone kita saat ini, kitab-kitab itu adalah bagian-bagian yang terpisah masing-masing. Kecuali kitab Perjanjian Lama yang merupakan adopsi langsung dari kitab milik orang Yahudi yaitu kitab Tanakh (Torah, Neviim, Ketuviim).

Perjanjian Baru tersusun dari 27 kitab hasil kanonisasi yang berlangsung selama 3 hingga 5 abad. Situs sarapanpagi.org mencatat bahwa:
Pada awalnya, selama tiga abad pertama dari apa yang disebut era Kristen, tidak ada konsep mengenai kanon yang resmi dan tertutup berkenaan dengan kitab suci Perjanjian Baru. Beragam kitab dipandang sebagai kitab suci bergantung pada kekuatan klaimnya yang menyatakan sendiri bahwa kitab tersebut diwahyukan dari Tuhan.
Itu pertanda bahwa sebelumnya memang beredar banyak kitab yang dianggap kitab suci. Yang menjadi syarat kitab itu bisa disebut kitab suci adalah kekuatan klaimnya bahwa kitab itu adalah wahyu Tuhan. Sedangkan, sesuatu itu disebut sebagai wahyu Tuhan apalabila tidak bertentangan dengan tradisi gereja.

Dalam jemaat mula-mula, jemaat mengetahui apa yang menjadi dasar iman mereka dari tradisi gereja. Tradisi gereja itu ada yang bersifat perayaan, peringatan, dan sakramen yang dijalankan sembari menegaskan pengakuan iman terhadap Yesus Kristus.

Lalu dari mana perayaan natal itu? Tidak diketahui pasti kapan pertama kali gereja merayakan natal. Tapi dari dokumen tertua yang dimiliki gereja, yaitu "The Apostolic Constitutions" atau dengan nama asli dalam bahasa Syria "Piagam Rasuliyah" mencatat pada buku kelima bagian tiga bahwa:
"Saudara-saudara, patuhilah hari-hari perayaan, dan terutama ulang tahun yang Anda rayakan pada tanggal dua puluh lima bulan ke sembilan …"
Dokumen Piagam Rasuliyah ini diperkirakan berasal dari antara abad pertama dankedua masehi atau sekitar tahun 70 hingga 150 masehi. Dalam kutipan itu menegaskan bahwa ada sebuah hari perayaan ulang tahun (natal) yang digelar pada tanggal 25 pada bulan ke 9.

Jika merujuk penggunaan kalender oleh jemaat mula-mula, maka bulan ke 9 dalam kalender Yahudi sejajar dengan bulan desember dalam kalender Gregorian yang kita pakai saat ini. Sedangkan, dalam gereja timur saat ini memakai kalender Julian (kalender masehi lama), tanggal itu sejajar dengan tanggal 7 Januari.

Gereja Antiokhia di Syria adalah gereja pertama yang berbentuk organisasi keagamaan seperti gereja modern. Merekalah yang menyusun Piagam Rasuliyah, sebab jemaat ini pernah dipimpin langsung oleh Rasul Petrus dan Rasul Yohanes.
Natal; Paganisasi Kristen atau Kristenisasi Pagan?

Mereka juga menjadi pusat perjalanan misi Rasul Paulus yang banyak tercatat dalam kitab Kisah Para Rasul. Pada jaman gereja mula-mula, jemaat Antiokhia adalah jemaat yang pertama kali disebut Kristen. (Kis.11:26)

Jadi, pendapat yang mengatakan bahwa natal adalah serapan hari raya pagan kedalam kekristenan adalah sebuah pendapat yang cacat logika historis. Tidak ada bukti sejarah yang mengatakan demikian, baik dari pihak penganut paganisme maupun penganut kristen.

Selain cacat logika historis, pendapat itu juga cacat logika faktual. Paganisme Romawi sedikit banyak terpengaruh dari paganisme Yunani. Memang secara politik dijaman kekristenan awal, Roma sangat berpengaruh di Eropa, Asia, hingga Afrika Utara. Tapi itu secara politik dan militer, tidak secara kultural dan religi.

Bangsa Yunani yang berkuasa sejak Aleksander Agung mampu memberikan pengaruh besar dalam kultur dan religi bangsa-bangsa dalam wilayah kekuasaannya. Setelah kekaisaran Yunani itu pecah menjadi 4 kerajaan, maka larihlah Roma yang kemudian mengambil alih semua wilayah kekaisaran Yunani.

Roma mampu menaklukan 4 kejarajaan besar pecahan Yunani, dan kerajaan besar sekelilingnya. Tapi Roma tidak mampu menghapus pengaruh Yunani dalam hal budaya dan agama. Helenisme Yunani sangatlah kuat merasuk kehidupan bangsa-bangsa, termasuk bangsa Yahudi. Ada satu aliran dalam agama Yahudi, yaitu Saduki yang memasukan unsur Helenisme dalam kebudayaan Yahudi.

Hal itu juga terjadi pada bangsa Roma yang terpengaruh dengan Helenisme sehingga membentuk sebuah tatanan dunia para dewa sehingga sangat mirip dengan tatanan dunia dewa Helenisme. Hal itu terbukti dengan adanya kesamaan konsep antara Jupiter dan Zeus, serta Juno dan Minerva dengan Hera dan Athena.

Konsep yang sama antara pagan Roma dan pagan Yunani ini sering kali dianggap bahwa sebenarnya dewa Roma dan dewa Yunani adalah sama. Hanya berbeda namanya saja, jika di Roma orang menyebutnya Jupiter, maka di Yunani orang menyebutnya Zeus.

Sedangkan dalam kekristenan awal, para anggota jemaat dengan tegas dilarang bergaul dengan para penganut pagan atau penyembah berhala. Hal ini tegas tercatat dalam 1 Korintus 5:11:
Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan orang, yang sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama.
Ayat ini dengan tegas melarang jemaat kristen di Korintus untuk bergaul dengan orang dekat mereka tapi merupakan orang penyembah berhala. Perintah ini tidak melarang untuk bergaul dengan semua penyembah berhala, tapi dengan orang dekat yang mengaku sebagai saudara (sesama kristen) tapi merupakan penyembah berhala.

Jika dibaca keseluruhan, tema dalam 1 Korintus 5 ini bermaksud agar orang kristen tidak menjadi sama dengan orang-orang bukan kristen. Sehingga, jika ada jemaat yang cabul, kikir, menyembah berhala dan lainnya, dikucilkan dari komunitas kristen.

Tidak menjadi sama dengan orang bukan kristen juga berarti tidak melakukan apa yang dilakukan orang bukan kristen. Hal ini juga tertulis dalam 1 Korintus 8 yang menegaskan larangan untuk tidak berbuat apa yang diperbuat oleh para penyembah berhala, meski kita tahu kalau itu bukan sebuah aktivitas berhala, tapi orang lain yang lemah nurani akan melakukan hal itu juga tapi dengan pemikiran yang sama dengan para berhala.

Dalam 1 Korintus 8 itu yang dipermasalahkan adalah makan makanan persembahan berhala. Bagi orang yang berpengetahuan, hal itu bukan sebagai kegiatan berhala, hanya sekadar makan saja. Tapi itu akan menjadi batu sandungan jika dilihat oleh orang yang tidak lemah.

Intinya, jemaat diajarkan agar tidak menjadi batu sandungan bagi sesamanya. Dengan kata lain, tidak membuat orang lain terjerumus dalam pemikiran yang buruk sehingga iman dan pengetahuannya menjadi terganggu.

Demikian juga dengan tuduhan bahwa natal adalah hari raya pagan yang diadopsi oleh kekristenan. Perihal makanan saja dipermasalahkan dalam 1 Korintus 8, apalagi perihal hari perayaan. Sebab faktanya, tidak mungkin gereja secara terang-terangan dan sadar melakukan hal itu.

Pertanyaannya, apakah gereja mampu untuk tidak terpengaruh dari budaya dan agama sekitar yang sangat kuat pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari pada masa itu? Jawabnya, gereja memang hadir untuk itu.

Gereja hadir dalam dunia tapi tidak berasal dari dunia. Gereja tinggal dalam dunia tapi tidak ikut dunia. Dan gereja harus menjadi garam dan terang dalam dunia. Tengan doktrin eklesiologi ini sudah banyak dibahas oleh para teolog pakar dibanyak buku dan situs. Kita bisa mempelajarinya dari situ, bahwa tidak satupun dari tradisi gereja yang meniru atau hasil adopsi dari ritus agama lain.

Kecuali hari raya paskah dan pentakosta. Mengapa? karena gereja hadir sebagai penggenapan nubuat dalam tradisi dan kepercayaan Yahudi. Paskah bagi orang Yahudi adalah hari raya paling penting sebagai peringatan keluarnya bangsa Israel dan perbudakan di Mesir. Sedangkan Pentakosta adalah hari raya untuk memperingati turunnya Hukum Taurat kepada Nabi Musa untuk umat Israel.

Dalam tradisi Kristen, Paskah adalah peringatan penggenapan dari nubuat keluarnya umat manusia dari perbudakan dosa melalui kebangkitan Yesus Kristus sebagai karya selamat Tuhan Allah. Sedangkan Pentakosta adalah peringatan penggenapan nubuat tentang turunnya pengetahuan baru dari Allah melalui Roh Kudus yang menerangi hati dan pikiran manusia sehingga mampu memahami kehendak Allah dalam Yesus Kristus.

Bagaimana dengan natal? Jika kita memperhatikan perayaan natal oleh berbagai gereja saat ini, maka ada satu hal yang unik. Natal memang memperingati lahirnya Yesus Kristus, tapi yang terpenting dalam natal adalah untuk memperingati terpenuhinya nubuat tentang datangnya Mesias ke dalam dunia.

Natal berbeda dengan perayaan ulang tahun pada umumnya. Jika kita merayakan ulang tahun, maka kita memperingati kelahiran kita dengan memaknainya dalam usia yang terus bertambah. Hal itu tidak terjadi dalam perayaan natal.

Dalam natal kita tidak berbicara mengenai ketepatan hari dan ketambahan usia. Tapi kita berbicara mengenai tergenapinya janji Tuhan dalam nubuat-nubuat para nabi dalam Perjanjian Lama tentang keselamatan umat manusia dari segala dosa.

Sebagaimana paskah dan pentakosta yang diperingati adalah pengenapan nubuat, demikian juga dengan natal. Gereja Katolik, Ortodoks, Reformasi, dan lainnya merayakan natal dengan mengingatkan lagi bahwa Tuhan sudah menggenapi janjinya tentang Mesias yang menyelamatkan manusia.

Gereja yang menolak merayakan natal itu berarti gereja tersebut tidak memahami bahwa natal itu adalah perayaan hai lahir dan refleksi ketambahan usia. Sebuah pemahaman yang dangkal tidak bisa dijadikan dasar berpendapat, apalagi dijadikan dasar ajaran.

Menjadi ironi bagi kita ketika tanpa pengetahuan dan informasi yang cukup sebagai seorang kristen kemudian membenarkan klaim bahwa natal adalah salah satu ritus pagan yang diserap kristen. Padahal banyak sekali bukti sejarah dan bukti Implisit bahwa natal itu murni tradisi kristen untuk memperingati tergenapinya nubuat Mesianik.

Hal yang tidak termuat dalam Alkitab bukan berarti berasal dari luar kekristenan. Kita harus ingat bahwa istilah "pendeta" tidak ada dalam Alkitab, kata "gereja" juga tidak ada dalam Alkitab. Tapi apakah kita harus mengatakan bahwa istilah "pendeta" dan "gereja" sebaiknya tidak dipakai lagi? Itu hal yang sia-sia.

Sebagai sesama orang kristen, marilah kita terus belajar tentang kebenaran. Baik itu kebenaran secara filosifis, fungsional, historis, maupun teologis. Terlebih kita belajar akan kebenaran Firman agar iman kita tidak runtuh oleh terpaan garam palsu duniawi.

Sebab garam duniawi memang enak, tapi tetap saja asin. Tapi garam surgawi oleh Firman adalah garam yang kekal untuk bekal kita dalam mempertanggungjawabkan iman kristen bagi sesama maupun bagi Tuhan. Terpujilah Tritunggal Maha Kudus.



Salam
Leon Manua
Leon Manua
Leon Manua Mata yang tak pernah kau tatap secara nyata

Posting Komentar untuk "Natal; Paganisasi Kristen atau Kristenisasi Pagan?"